It's Always You

 






Saya baru saja kebingungan hendak melakukan apalagi. Kamu pasti paham betul kalau saya adalah manusia paling gabut di dunia ini. Saya selalu mengeluh begitu setiap kali kita mengobrol. Dan setiap kali saya mulai menyapamu setelah sekian lama, kamu selalu bertanya pertanyaan yang sama.

   

 "Kamu pasti lagi gabut ya?"

   

Sebuah pertanyaan yang tak asing bagi saya. Malam ini saya memutuskan untuk menulis sesuatu, setelah beberapa menit lalu tenggelam pada tulisan milik Rintik Sedu. Kisah-kisah tentang Geez dan Ann yang tidak pernah mati. Tsana hebat, membuat Geez tetap hidup dalam dunianya. Sampai saya menyadari sesuatu, ternyata saya tidak jauh beda dari Tsana. Saya ingat tulisan pertama yang saya buat untukmu. Tulisan yang menjadi saksi seorang gadis 15 tahun begitu sok tahu soal patah hati. Sudah hampir empat tahun saya berusaha keras untuk lupa. Bagi saya perasaan itu sebatas cinta monyet biasa. Tapi semakin saya mencoba semakin saya sendiri kesulitan untuk bilang baik-baik saja. 


Saya tidak pernah baik-baik saja jika itu soal kamu. Kamu yang pertama untuk saya. Kamu orang pertama yang berhasil membawa bahagia dalam rupa lain. Dan kamu juga orang pertama yang membawa kesedihan dalam bentuk yang tak pernah saya kenali. Bukan perkara mudah melepasmu bersama orang lain, tapi jika saya bukan lagi apa-apa untukmu, saya bisa apa? 


Butuh waktu untuk bisa lepas dan ikhlas. Kamu tahu, kemarin ibuku bertanya tentangmu. Saya tidak tahu harus menjawab apa. Kita sudah lama tidak bicara, saya sudah kehabisan topik pembicaraan begitu pula kamu. Lama-lama saya terbiasa, tidak lagi memberi tahumu tentang banyak hal. Saya sadar, setelah tidak dengan saya kamu punya kehidupan sendiri, begitupun saya. Kita sudah sampai di persimpangan dan mengambil jalan berbeda. 


Justru aneh saat tiba-tiba kamu menyapa saya. Tidak ada angin, tidak ada hujan. Sangat tiba-tiba dan saya selalu tidak tahu mau bicara apa. Semuanya seperti sudah habis, sama seperti perasaan saya yang surut beberapa waktu lalu. Saya sudah berhenti total mengharapkanmu. Bukan karena apa-apa, tapi karena sadar bahwa saya sedang membuang-buang waktu belaka. Mungkin obrolan dan perasaan saya bisa sejalan. Sama-sama habis dilahap waktu. Tapi saya perlu memberi tahumu satu hal, kalau tulisan saya tentangmu tidak pernah berhenti. 


Terima kasih, sudah jadi alasan saya untuk menulis. Kamu tahu, semua puisi-puisi sedih itu sebagaian besar saya tulis karenamu. Bukan karena saya masih menyimpan secuil harapan, tapi saya hanya ingin mengabadikan. Terima kasih atas rasa sakit yang mengajarkan saya banyak hal. Mungkin kisah empat tahun silam bukan sebuah hal penting buatmu, tapi buat saya kisah itu adalah titik awal saya menemukan siapa diri saya yang sebenarnya. 

 

         

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi-puisi Cinta Yang Entah Untuk Siapa

Sempurna Yang Sesungguhnya Ialah Sederhana

Euthanasia