Kesuma

Untuk Kesuma,

yang hampir mati ditangan para bajingan

Tetaplah bernyawa meski dihimpit derita



Sudut gelap itu terlalu senyap

Pekat diselimuti hitam yang membuatmu pengap

Sudut indah itu kini tak lagi kau kenali

Ia begitu asing, kosong, dan menyimpan seberkas ngeri


Kesuma hidup di dalamnya dengan napas satu dua yang hampir berhenti

Raut eloknya masihlah sama

Namun terpancar luka pada dua manik bola matanya

Kesuma masih bersemayam pada raga indahnya, namun seolah jiwanya t'lah mati tanpa nadi


Ada yang koyak dalam dada Kesuma

Ada jari-jemari yang mencengkeram lengannya hingga membiru,

Lantas bergerak naik mencekik lehernya, begitu keras seolah melarang hidungnya menghidu

Seberkas senyuman bengis terlintas, serakah benar hendak melahapnya hingga habis


"Bajingan" kata itu lolos dari sudut bibir Kesuma

Dibuntuti isak tangis pilu yang tak kunjung sirna

Sayatan tak kasat mata berhasil memporak porandakan si puan jelita,

Hingga kakinya tak mampu menopang berat tubuhnya, ia tersuruk menghantam pualam gulita


Si bajingan, kita semua menyebutnya begitu

Penguasa sudut hitam yang begitu bengis

Tega menyiksa dan membunuh siapapun tanpa pandang bulu

Ia tak pantas lagi disebut manusia karena dalam kepalanya hanya tertanam nafsu


Kesuma bukanlah satu-satunya

Begitu pula si bajingan,

ia bukan satu-satunya yang tinggal pada sudut gelap

Karena ada ribuan bajingan yang begitu pandai melakukan tipu muslihat


Lantas kami harus percaya pada siapa lagi?

Jika setiap hari lahir Kesuma-kesuma lain yang hampir mati ditangan si bajingan

Lantas kami harus sembunyi dimana lagi?

Jika si bajingan seolah tak pernah membiarkan kami lolos


Seolah tak ada lagi tempat aman untuk puan

Dunia telah habis dikuasai para bajingan,

yang dalam kepalanya seolah tak dicipta akal

yang tindak tanduknya lebih tak beradab dari seekor binatang


Pada akhirnya Kesuma-kesuma ini tak lagi mampu mencari keadilan

Tak ada yang memihaknya

Para bedebah menyalahkannya atas busana yang melekat pada tubuh eloknya

Dan ia sudah mati kini, dihabisi oleh bajingan-bajingan serakah tak tahu diri


Purworejo, 28 Desember 2021



Aku membaca sebuah kalimat berulang kali, 

"Yang melahirkan peradaban tak pantas dilecehkan"

Lantas mengapa ribuan Kesuma itu akhirnya tetap mati tanpa keadilan?












Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sempurna Yang Sesungguhnya Ialah Sederhana

Puisi-puisi Cinta Yang Entah Untuk Siapa

Euthanasia